YANG MENARIK PERHATIAN

Sunday, April 24, 2011

Meningkatkan Produktivitas Kelapa Sawit?

Semua tanaman, termasuk kelapa sawit, memerlukan unsur hara, baik makro maupun mikro, yang bisa didapatkan dari dalam tanah. Seperti halnya manusia yang membutuhkan nutrisi seimbang, maka kandungan nutrisi dalam tanaman pun harus memenuhi unsur empat sehat lima
sempurna. Tujuannya agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta tetap produktif.
Beberapa unsur hara mikro yang berperan penting dalam mengendalikan pertumbuhan tanaman, di antaranya ialah, seng, besi, tembaga, mangan, magnesium, molybdenum, dan boron. Khusus boron, unsur itu benar-benar diperlukan oleh kelapa sawit. Pasalnya, kelapa sawit merupakan salah satu tanaman yang rentan apabila kekurangan boron yang bisa berdampak pada rendahnya produktivitas tanaman. Setidaknya, setiap pohon kelapa sawit memerlukan 100 sampai 200 gram boron per tahun. Sayangnya, meski Indonesia termasuk salah satu eksportir kelapa sawit terbesar di dunia, negeri ini tidak memiliki boron secara alami. Padahal, untuk memenuhi kebutuhan perkebunan kelapa sawit seluas 7,8 hektare saja, diperlukan suplai boron sekitar 100 ribu ton per tahun.
Mau tidak mau kebutuhan tersebut harus dipenuhi, pasalnya boron memiliki dua fungsi fisiologis utama yang bermanfaat bagi tanaman. Fungsi pertama, boron bisa membentuk ester dengan sukrosa sehingga sukrosa yang merupakan bentuk gula terlarut dalam tubuh tanaman lebih mudah diangkut dari tempat fotosintesis ke tempat pengisian buah. Proses tersebut menyebabkan buah akan terasa lebih manis dengan aroma yang khas.
Fungsi fisiologis kedua, yakni boron memudahkan pengikatan molekul glukosa dan fruktosa menjadi selulosa untuk mempertebal dinding sel. Alhasil, tanaman pun menjadi lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Sebaliknya, apabila tanaman kekurangan unsur boron maka dinding sel yang terbentuk menjadi sangat tipis. Selain itu, sel menjadi besar yang diikuti dengan penebalan suberin atau terbentuk ruang-ruang reksigen karena sel menjadi retak dan pecah akibat tidak terbentuk selulosa untuk mempertebal dinding sel.
Kekurangan boron juga bisa menyebabkan pertumbuhan vegetatif terhambat karena unsur itu berfungsi sebagai aktifator maupun inaktifator hormon auxsin dalam pembelahan dan pembesaran sel.
Dampak lainnya, laju proses fotosintesis tanaman akan menurun. Hal itu disebabkan gula yang terbentuk dari karbohidrat hasil fotosintesis akan tertumpuk di daun. Umumnya tanaman yang kekurangan boron bisa diamati dari bentuk daunnya yang tidak sempurna atau sering disebut hook leaf.
”Produktivitas kelapa sawit ditentukan pula oleh banyak atau sedikitnya unsur boron di dalam tanaman. Aplikasi boron bisa dilakukan dengan cara menyemprotkan unsur itu sejak masa pembibitan.”
Daun muda warnanya menjadi kecokelatan dan membengkok. Selain itu, daun tumbuh pendek sehingga ujung pelepah melingkar (rounded front tip), anak daun pada ujung pelepah berubah bentuk menjadi kecil seperti rumput atau bristle tip, atau tumbuh rapat pendek seolah-olah bersatu dan padat (little leaf). Ketidaksempurnaan (malformation) bentuk daun itu berakibat pada terganggunya proses fotosintesis sehingga buah yang terbentuk sedikit, kecil, dan berkualitas rendah.
Boron yang telah dimurnikan biasanya berbentuk padatan hitam dengan kilap logam dan bersifat keras serta semikonduktor itu sangat memengaruhi metabolisme asam nukleat, karbohidrat, protein, fenol, dan auksin tanaman. Lebih dari itu, unsur tersebut juga berperan dalam pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel, permeabilitas membran, sertaperkecambahan serbuk sari.
Tanaman yang mengalami defisiensi unsur hara mikro itu akan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan jaringan meristematik (pucuk akar) terhambat, pucuk mati, mobilitas rendah, serta buahyang sedang berkembang rentan terserang penyakit.
Dimulai Saat Pembibitan
Lantas, dapatkah boron diaplikasikan pada tanaman kelapa sawit untuk mencegah penurunan kualitas tanaman? Pada dasarnya ketika kelapa sawit kekurangan boron tanda-tandanya akan cepat terlihat. Sayangnya, dalam kondisi itu sudah terlambat untuk melakukan aplikasi sehingga harus menunggu waktu pembualan selanjutnya.
Mekanisme penambahan boron dapat dimulai pada saat pembibitan dengan cara penyemprotan pada bagian daun. Selanjutnya, dilakukan proses pemupukan dengan campuran NPK (nitrogen, fosfor, dan kalium) pada bulan ke-8 dan ke-16 dengan dosis 0,02 gram per pohon. Pada bulan ke-24 dosis pemberian boron meningkat, menjadi 0,05 gram per pohon.
Pemberian dosis itu tidak bisa disamakan pada semua area perkebunan kelapa sawit. Aplikasi boron harus memperhatikan tingginya curah hujan, derajat keasaman tanah (pH), dan kandungan material organik tanah. Baru-baru ini, beberapa negara telah berhasil melakukan aplikasi boron pada tanaman-tanaman pertanian atau perkebunan.
Boron yang ditambahkan ke dalam tanaman itu di antaranya berupa sodium tetraborate pentahydrate yang bisa langsung dimasukkan ke dalam tanah dan disodium tetraborate pentahydrate, boron berbentuk granular yang dicampur dengan NPK. Ada pula disodium octaborate, pupuk boron yang larut dalam air yang diaplikasikan pada saat pembibitan tanaman.
Mengingat boron tergolong ke dalam bahan kimia beracun dan sangat berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan, maka pemerintah pun mengawasi penggunaannya dengan ketat. Aktivitas perngadaan, distribusi, serta pengawasan penggunaan unsur itu ha-rus sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan No 44/M-DAG/ Per/9/2009. Adanya pengawasan tersebut diharapkan bisa menjadikan penggunaan boron benar-benar bermanfaat, yakni meningkatkan produktivitas kelapa sawit Indonesia dan tidak menimbulkan dampak negatif.
Dengan demikian, bukan tidak mungkin produksi crude palm oil (CPO) Indonesia yang selama ini baru mencapai 2,5 juta ton per hektare per tahun bisa menyamai, bahkan melampaui Malaysia yang mampu memproduksi CPO sebanyak 4 juta ton per hektare per tahun.

Sumber : netsains

Masukkan email sahabat untuk berlangganan artikel

No comments: