UMAT Islam tidak boleh ikut merayakan hari Valentine, 14 Februari, karena Valentine merupakan “ritual” umat Katolik. Umat Islam hanya harus menghormatinya, tidak mengganggu kaum non-Muslim yang merayakannya, tapi tidak boleh turut terlibat di dalamnya.
Rasulullah Saw dengan tegas melarang umat Islam untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam: “Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut” (HR. At-Tirmidzi).
Menurut Ensiklopedi Katolik (Catholic Encyclopaedia 1908), istilah Valentine yang disadur dari nama “Valentinus” merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci dalam Katolik) yang berbeda: seorang pastur di Roma, uskup Interamna, dan seorang martir di Provinsi Romawi Africa (Wikipedia).Hubungan antara tiga santo tersebut terhadap perayaan Valentine atau “hari kasih sayang” tidak memiliki catatan sejarah yang jelas. Bahkan, Paus Gelasius II tahun 496 M menyatakan, sebenarnya tidak ada hal yang diketahui dari ketiga santo itu.
Tanggal 14 Februari dirayakan sebagai peringatan santa Valentinus sebagai upaya mengungguli hari raya Lupercalica (Dewa Kesuburan) yang dirayakan tanggal 15 Februari. Beberapa sumber menyebutkan, jenazah santo Hyppolytus yang diidentifikasi sebagai jenazah santo Valentinus diletakkan dalam sebuah peti emas dan dikirim ke gereja Whiterfiar Street Carmelite Churc di Dublin Irlandia oleh Paus Gregorius XVI tahun 1836.
Sejak itu, banyak wisatawan yang berziarah ke gereja ini pada tanggal 14 Februari. Pada tanggal tersebut sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta.
Literatur lain menyebutkan, tanggal 14 Februari 270 M, St. Valentine dibunuh karena pertentangannya (pertelingkahan) dengan penguasa Romawi, Raja Claudius II (268 – 270 M). Untuk mengagungkan St. Valentine yang dianggap sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cobaan, maka para pengikutnya memperingati kematian St. Valentine sebagai “upacara keagamaan”.
Tetapi sejak abad 16 M, ‘upacara keagamaan’ tersebut mulai beransur-ansur hilang dan berubah menjadi ‘perayaan bukan keagamaan’. Hari Valentine kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut “Supercalis” yang jatuh pada tanggal 15 Februari.
Setelah orang-orang Romawi itu masuk Kristen, pesta “supercalis” kemudian dikaitkan dengan upacara kematian St. Valentine. Penerimaan upacara kematian St. Valentine sebagai ‘hari kasih sayang’ juga dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropah bahwa waktu ‘kasih sayang’ itu mulai bersemi ‘bagai burung jantan dan betina’ pada tanggal 14 Februari.
Dalam bahasa Perancis Normandia, pada abad pertengahan terdapat kata “Galentine” yang bererti ‘galant atau cinta’. Persamaan bunyi antara galentine dan valentine menyebabkan orang berfikir bahwa sebaiknya para pemuda dalam mencari pasangan hidupnya tanggal 14 Februari.
Catatan lain menyebutkan, Valentine adalah nama seorang paderi, Pedro St. Valentino. Tanggal 14 Februari 1492 adalah hari kejatuhan Kerajaan Islam Spanyol. Jadi, tumbangnya kerajaan Islam di Spanyol dirayakan sebagai Hari Valentine.
Ulama kenamaan, Ibnul Qayyim, berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan “Selamat hari raya!” dan semisalnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyembah Salib. Bahkan, perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut.”
Catatan pertama dihubungkannya hari raya Santo Valentinus dengan cinta romantis adalah pada abad ke-14 di Inggris dan Perancis, di mana dipercayai bahwa 14 Februari adalah hari ketika burung mencari pasangan untuk kawin. Kepercayaan ini ditulis pada karya sang sastrawan Inggris pertengahan ternama Geoffrey Chaucer pada abad ke-14. Ia menulis di cerita Parlement of Foules (Percakapan Burung-Burung):
For this was sent on Seynt Valentyne’s day (“Untuk inilah dikirim pada hari Santo Valentinus”)
When every foul cometh there to choose his mate (“Saat semua burung datang ke sana untuk memilih pasangannya”)
Pada zaman itu bagi para pencinta sudah lazim untuk bertukaran catatan pada hari ini dan memanggil pasangan mereka “Valentine” mereka. Sebuah kartu Valentine yang berasal dari abad ke-14 konon merupakan bagian dari koleksi pernaskahan British Library di London.
Kemungkinan besar banyak legenda-legenda mengenai santo Valentinus diciptakan pada zaman ini. Beberapa di antaranya bercerita:
* Sore hari sebelum santo Valentinus akan gugur sebagai martir, ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis “Dari Valentinusmu”.
* Ketika serdadu Romawi dilarang menikah oleh Kaisar Claudius II, santo Valentinus secara rahasia membantu menikahkan mereka.
Pada kebanyakan versi legenda-legenda ini, 14 Februari dihubungkan dengan keguguran sebagai martir.
MENURUT catatan Wikipedia, Hari Valentine kemungkinan diimpor oleh Amerika Utara dari Britania Raya, negara yang mengkolonisasi daerah tersebut. Di Amerika Serikat, kartu Valentine pertama yang diproduksi secara massal dicetak setelah tahun 1847 oleh Esther A. Howland (1828 – 1904) dari Worcester, Massachusetts. Ayahnya memiliki sebuah toko buku dan toko peralatan kantor yang besar dan ia mendapat ilham untuk memproduksi kartu dari sebuah kartu Valentine Inggris yang ia terima. (Semenjak tahun 2001, The Greeting Card Association setiap tahun mengeluarkan penghargaan “Esther Howland Award for a Greeting Card Visionary”.)
Di Jepang, Hari Valentine sudah muncul berkat marketing besar-besaran, sebagai hari di mana para wanita memberi para pria yang mereka senangi permen cokelat. Namun hal ini tidaklah dilakukan secara sukarela melainkan menjadi sebuah kewajiban, terutama bagi mereka yang bekerja di kantor-kantor. Mereka memberi cokelat kepada para teman kerja pria mereka, kadangkala dengan biaya besar. Cokelat ini disebut sebagai Giri-choko, dari kata giri (kewajiban) dan choco (cokelat). Lalu berkat usaha marketing lebih lanjut, sebuah hari balasan, disebut “Hari Putih”(White Day) muncul. Pada hari ini (14 Maret), pria yang sudah mendapat cokelat pada hari Valentine diharapkan memberi sesuatu kembali.
Di Taiwan, sebagai tambahan dari Hari Valentine dan Hari Putih, masih ada satu hari raya lainnya yang mirip dengan kedua hari raya ini ditilik dari fungsinya. Namanya adalah “Hari Raya Anak Perempuan” (Qi Xi). Hari ini diadakan pada hari ke-7, bulan ke-7 menurut tarikh kalender kamariyah Tionghoa.
Di Indonesia, budaya bertukaran surat ucapan antar kekasih juga mulai muncul. Budaya ini menjadi budaya populer di kalangan anak muda. Bentuk perayaannya bermacam-macam, mulai dari saling berbagi kasih dengan pasangan, orang tua, orang-orang yang kurang beruntung secara materi, dan mengunjungi panti asuhan di mana mereka sangat membutuhkan kasih sayang dari sesama manusia. Pertokoan dan media (stasiun TV, radio, dan majalah remaja) terutama di kota-kota besar di Indonesia marak mengadakan acara-acara yang berkaitan dengan valentine.
Sekali lagi, umat Islam tidak boleh merayakan Valentine karena Valentina adalah “ritual” atau “hari raya” non-Muslim yang harus kita hormati tanpa harus turut merayakannya. Wallahu a’lam bish-showab.
(Sumber: pusdai.com).*
No comments:
Post a Comment